radhy_vhia
Selasa, 17 April 2012
Minggu, 12 Februari 2012
MANGANITU
MANGANITU
Manganitu adalah kecamatan di Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, Indonesia. Hanya berjarak kurang lebih 5 km dari ibukota kabupaten, Tahuna. Dapat ditempuh dengan waktu sekitar 30 menit dengan kendaraan bermotor.
Nama lain dari Manganitu ialah Maobungan atau Mahebungan. Dimana pada zaman pemerintahan Raja Tompoliu (1645 – 1670) menurut kisahnya adalah seorang Raja yang sakti. Asap rokoknya apabila ditiup ke teluk Manganitu maka seluruh teluk menjadi gelap gulita. Oleh sebab itu apabila ada kapal VOC memasuki teluk Manganitu kapal tersebut dihilangkan arah dan berbalik haluan ke laut bebas. Dari sinilah Manganitu dikenal juga dengan nama Maobungan atau Mahebungan. Kebanyakan masyarakat bermatapencaharian sebagai nelayan,tapi ada juga petani.
Manganitu memiliki 15 kampung yaitu:















Di daerah Sangihe, Manganitu termasuk daerah yang banyak memiliki peninggalan sejarah. Tidak banyak orang yang mengetahui kalau di Manganitu berdiri sebuah rumah raja bergaya arsitektur Eropa. Orang lokal menyebutnya sebagai rumah raja Manganitu. Rumah dan isi perabotannya masih awet hingga sekarang karena dirawat oleh keluarga raja.
Selain itu, ada juga peninggalan sejarah seperti Gereja GMIST Petra Manganitu,. Pastori GMIST Petra Manganitu, dimana di pastori ini terdapat tengkorak belanda.
Dahulu kala Manganitu dipimpin oleh raja, dan kerajaan Manganitu terletak di kampug Kauhis
KERAJAAN MANGANITU / KAUHIS
I. Raja Liuntolowang 1600 – 1645
Putra Jogugu Nalong dari Tagulandang dan Lokun Patola dari Saluran / Tabukan. Kerajaan Manganitu atau juga dikenal dengan Kerajaan Kauhis sering terjadi pertikaian dengan kerajaan tetangganya mengenai perbatasan, khususnya Kerajaan Tahuna. Pada tahun 1645 terjadi peperangan antara Raja Tolosan dan Raja Buntuan putra Raja Tatohe dari Kerajaan Kolongan / Tahuna. Ke 2 Raja tersebut langsung memasuki medan laga dimana keduanya mengerahkan prajurit-prajurit pilihan dibawah hulubalang-hulubalang yang dapat diandalkan. Dari pihak Raja Tolosan yang menjadi andalannya adalah putranya sendiri dari permaisuri Bowondampel bernama Lantomona sedangkan dari pihak Raja Buntuan adalah saudaranya sendiri bernama Puluntumbage. Dalam peperangan tersebut, Raja Tolosan tewas dan kepalanya oleh laskar Tahuna dibawa pulang ke Tahuna dengan mengadakan pesta pora. Akibat dari mabuk kemenangan tersebut semuanya jatuh tertidur dan kepala raja yang berada ditengah-tengah pesta tersebut tidak ada yang menjaga. Seorang budak perempuan dari Raja Tolosan bernama Salumpito mencuri kepala Rajanya dari tengah-tengah lascar yang tertidur. Seorang dari pengawal bernama Sampaha siuman dan untuk mengamankan kepala Rajanya dan diri Salumpito sendiri, maka Salumpito mengajak berunding dengan Sampaha dimana Salumpito bersedia menjadi isteri Sampaha. Tawaran ini dengan sendirinya diterima oleh Sampaha dan keduanya membawa kepala Raja Tolosan ke Manganitu. Jenasah tanpa kepala dimakamkan ditempat bernama Kumui (Bolase) sedangkan kepalanya setelah diadakan upacara pemujaan dimakamkan di Bowontiala tempat pemakaman Raja-raja Manganitu. Dengan permufakatan keluarga kerajaan Manganitu maka Salumpito dibebaskan dari derajat perbudakan disertai dengan suatu amanat bahwa terkutuklah barangsiapa yang menggolongkan Salumpito dalam derajat budak sampai turun temurun.
II. Raja Tompoliu 1645 – 1670
Putra dari Raja Tolosan dari permaisuri ke I bernama Ahung Sehiwu dari Saluran / Tabukan saudara sebapak dari Pahlawan Lantemena. Di jaman Raja Rompoliu permusuhan antara Kauhis / Manganitu agak mereda setelah Pahlawan Lantemena mengalahkan pahlawan Puluntumbage ditempat yang sekarang di kenal dengan nama Bonohan Saghudi Manganitu. Arti Bonoho ialah tenggelam. Saghu ialah air mayat dimana mayat-mayat ke dua belah pihak bergelimpangan. Raja Tompoliu menurut kisahnya adalah seorang Raja yang sakti. Asap rokoknya apabila ditiup ke teluk Manganitu maka seluruh teluk menjadi gelap gulita. Oleh sebab itu apabila ada kapal VOC memasuki teluk Manganitu kapal tersebut dihilangkan arah dan berbalik haluan ke laut bebas. Dari sinilah Manganitu dikenal juga dengan nama Maobungan atau Mahebungan.
III. Raja Bataha Santiago 1670 – 1675
Putra Raja Tompoliu dari permaisuri ke I bernama Lawewe putrid dari Pahlawan Ontare dan isteri Kahiwu Wahu dari Kerajaan Sahbe / Tabukan. Beliau tidak mau mengadakan kompromi dengan VOC dan mengadakan perlawanan dan beliau ditangkap dan dihukum gantung di Tanjung Taruna pada tahun 1675. Jenasah beliau dikuburkan di tempat bernama Bawehungtiwo. . Kubur Raja Bataha Santiago yang berada di karatung I ( nento).
IV. Raja Diamanti 1675 – 1694
Saudara Raja Bataha Santiago yang juga agak keras kepala terhadap VOC. Sewaktu perhujungan Gubernur Padbruggo dari Ternate beliau tidak mau menghadiri pertemuan antara Raja-raja di Sangir yang diadakaan di Taruna. Beliau mempunyai pendirian bahwa lebih baik buang kotoran besar atau dalam bahasa daerah “Ondobeng mengkile” daripada bertemu dengan Padbruggo. Oleh sebab itu beliau dikenal juga dengan nama Carles Piantai atau Carles Diamanti. Namun akhirnya terpaksa juga memenuhi undangan yang ditanda tangani oleh Raja Diamanti diatas kapal de Eendracht di teluk Taruna pada tahun 1675 yang menyatakan bahwa keturunan beliau tidak boleh menjadi Raja lagi. Janji dengan ancaman ini berlaku sedikit waktu di Kauhis dan Manganitu itu karena putranya bernama Ondumang dari permaisuri Tabeha menjadi Raja di Taruna pada tahun 1705. Raja Diamanti mengambil bagian juga dalam perjanjian dengan VOC di Ternate pada tanggal 9 November 1677 dengan Raja-raja Sangir lainnya :
- Raja Vasco da Ghama dari Tabukan
- Raja Martin Tatandan dari Taruna
- Raja Aralungnusa dari Tagulandang
- Raja Fransisco Marvius Batahi dari Siau
V. Raja Dotulong Takaengetan 1694 – 1725
Putra Raja Tabukan Fransisco Makaampow Yudha II dengan Elang Sehiwu permaisuri dari pangeran Tanjawa dari Manganitu. Peristiwa menentukan siapa ayah tersebut adalah sebuah cincin emas dan sebuah pisang emas yang melambangkan suatu ikatan yang tidak dapat diputuskan oleh siapapun dimana didalamnya melambangkan suatu pertolongan. Kata Elangsehiwu, Tanjawa adalah suamiku namun Yudha telah memberikan segumpal daging bagiku oleh karena itu aku mintakan mahar sebagian dari kerajaannya. Oleh sebab itu Raja Yudha memberikan wilayahnya dibagian Selatan pulau-pulau Batunderang, Mendaku, Bobalang dan Dakupang. Namun Elangsehiwu belum puas dengan berkata : “Jangan hanya memberikan gumpalannya tapi berikan juga lembarannya”, sebagai tanda tidak puas akan pemberian itu. Dalam bahasa daerahnya kira-kira adalah demikian ,”Abe Ko’ta’eng lobe’e, Celikowon Bakose”. Dengan sindiran tersebut maka Raja Yudha memberikan batas Kerajaan Manganitu dan Tabukan. Raja Yudha memberikan nama Takaengetan, karena Tabukan tidak dapat mengatakan apa-apa lagi sedangkan Tanjawa menamai Dotulong atau Jotulong karena sepeninggalnya ke Ternate Raja Tabukan Yudha telah menolong istrinya. Oleh sebab itu putra tersebut dinamai Takaengetan Jotulong.
V. Raja Don Martin Lazarus / Lazaru 1725 – 1740
Putra Raja Dotulong Takaengetan dari permaisuri Elangsehiwu putri Raja Aghogo dari Tabukan. Sebagaimana halnya maka VOC menjalankan politik main buang Raja-raja atau Sultan-sultan yang berada di wilayah penjajahannya maka Raja Lazaru dibuang oleh Belanda ke Madagaskar pada tahun 1740, dengan 20 keluarga yang setia kepadanya. Pembuangan ini untuk menghindari permusuhan antara Manganitu dan Taruna disebabkan pembunuhan oleh seorang rakyat dari kerajaan Manganitu yang bernama Habibi yang menjadi pahlawan dari Raja Lazaru. Peristiwanya terjadi di teluk Lesa yang menjadi wilayah Kerajaan Tahuna dibawah pemerintahan Raja Manulung Bansage Paparang. Penganiayaan tersebut disebabkan permintaan permaisurinya Dolontongo yang menghendaki daging manusia ditengah-tengah santapan lainnya sewaktu diadakan perayaan hari maulid raja karena segala santapan sudah tersedia yang penuh dengan bermacam-macam ikan yang tidak ada hanya daging manusia. Ditempat tersebut dimana peristiwa itu terjadi terdapat sebuah batu dan sampai sekarang dikenal penduduk sekitarnya dengan nama Batutinggolan. Raja Lazaru wafat di Madagaskar pada tahun 1740. Sebagai data yang perlu mendapat penyelidikan oleh generasi penerus sampai dimana kaitan nama-nama kota di Madagaskar atau sekarang dikenal dengan Republik Malagasi dengan kaitannya pembuangan Raja Lazaru. Terlepas dari arti bahasa Malagasi maka bila dikaitkan dengan pembuangan Raja Manganitu tersebut maka ada beberapa kota yang mengandung arti dalam bahasa daerah Sangir.
1. Entana Nahipe yang berarti Benua / Negara yang terbuang.
2. Pinohipe yang berarti tempat pembuangan atau yang sekarang disebut dalam bahasa Malagasi Vinerive sebuah nama kota.
3. Tamatava yang mempunyai pengertian tidak gemuk atau Tamatawa dalam bahasa Sangir juga sebuah nama kota di Malagasi.
4. Morin dalam bahasa Sangir atau Lenyap dalam bahasa Indonesia, suatu suku yang mendiami pegunungan Tananarive.
Demikianlah nama beberapa kota di Madagaskar yang apabila dikaitkan dengan sejarah Raja Lazaru dari Manganitu maka kemungkinan ada kaitannya dengan sejarah dari daerah Sangir Talaud terlepas dari pengertian bahasa Malagasi sendiri. Namun penjelasan ini hanya sebagai data karena Raja Lazaru dari Manganitu menurut cerita dibuang ke Madagaskar. Oleh sebab itu orang-orang tua dulu memberi sebutan kepada beliau ilaha I Tuan su Kamu, yang berarti Raja yang berada di Kaam de geode Hoop.
VI. Raja Katiandagho 1740 – 1770
Putra Sultan Goraho Darunu Aling dari Mindanao dengan permaisuri Baibudaeng putri Raja Aghogho dari Tabukan dengan permaisuri Lembunsinsale. Mulai dari beliau pusat pemerintahan dari Paghulu dipindahkan ke Manganitu. Menurut legenda beberapa daerah nama aslinya adalah “Liuntuhaseng”. Perobahan nama Katiandagho adalah sewaktu beliau pulang dari Mindanao sebagai utusan dari Tabukan dan Siau untuk membebaskan Pangeran Pahawuatan, Sangiangtinanding, Tukunang, yang ditawan oleh Mindanao pada waktu menyerang Ondong, sebagai pembalasan dendam dengan kesetian seorang pangeran Mindanao bernama Salawe yang dibunuh di Siau sewaktu mengadakan perkunjungan dengan keluarganya ke Ondong. Misi Raja Katiandagho berhasil dan dapat memulangkan mereka yang ditawan. Sewaktu dalam pelayaran pulang dari Mindanao beliau menyinggahi Karatung, di kepulauan Talaud. Para pahlawan Maranti bernyanyi (nesambo) “ I Tuan ligha’ Pa’bali Ke’katiang Pai Dagho”. Mulai saat itulah namanya berobah menjadi Katiandagho, sebagai panggilan yang lazim.
VII. Raja Lombansuwu 1770 – 1785
Putra Raja Katiandagho dengan permaisuri Uman Duate. Pada tahun 1785 beliau diberangkatkan ke pulau Balut membantu peperangan antara Portugis dan Mindanao. Beliau sampai wafat tidak kembali lagi ke Manganitu.
IX. Raja Darunu Aling Daniel Katiandagho 1785 – 1792
X. Raja Bagunda saudara Raja Darunu Aling 1792 – 1817
XI. Raja Dirk Mocodompis Lokenbanua 1817 – 1848
XII. Raja Tampungan Jacob Bastian Tamarol 1848 – 1855
XIII. Raja Monde Hendrik Cornelis Tamarol 1855 – 1860
XIV. Raja Kamehang Jacob Laurens Tamarol 1860 – 1864
XV. Raja Hari Raya Manuel Mocodompis 1864 – 1880
XVI. Setelah raja Hari wafat pada tahun 1880 maka pemerintahan Kerajaan Manganitu dijabat berturut-turut :
1. Presiden Raja Tengkue Pantolaeng 1880 – 1882
2. Presiden Raja Johannis Makahekum Manginteno 1882 – 1883
3. Presiden Raja Daniel Katiandagho Kirahang 1883 – 1884
4. Presiden Raja Salmon Katiandagho Wintuaheng 1884 – 1886
5. Presiden Raja Lambert Ponto 1886 – 1894
XVII. Raja Tampilang Johannis Mocodompis 1894 – 1905 Raja Tampilang wagat pada tanggal 25 Mei 1923
XVIII. Raja Komisi Willem Manuel Pandosolang Mocodompis 1905 – 1942
Putra Raja Hari Raya dari permaisuri Riawulang. Permaisuri Raja Komisi berasal dari Siau bernama Louise Ella Kansil putri Raja Manalang Dulage Kansil. Dengan perkawinan Raja Komisi dengan permaisuri Louise maka Kejoguguan Tamako oleh Kerajaan Siau di berikan kepada Kerajaan Manganitu dan pusat pemerintahan Kerajaan Manganitu disebut Kerajaan Manganitu Tamako. Raja Komisi karena kesetiaannya kepada Pemerintah Belanda dianugerahi Bintang Kesetiaan sampai 2 kali. Beliau kemudian mendapat hukum pancung oleh Jepang pada bulan November 1944 di Tahuna dan dimakamkan bersama dengan Raja-raja lainnya di Bungalawang Tahuna. Demikianlah sejarah Kerajaan Manganitu sejak berdirinya tahun 1600 dibawah pemerintahan Raja Liun Tolosang sampai berakhirnya dibawah pemerintahan Raja Komisi pada tahun 1942.
Putra Raja Hari Raya dari permaisuri Riawulang. Permaisuri Raja Komisi berasal dari Siau bernama Louise Ella Kansil putri Raja Manalang Dulage Kansil. Dengan perkawinan Raja Komisi dengan permaisuri Louise maka Kejoguguan Tamako oleh Kerajaan Siau di berikan kepada Kerajaan Manganitu dan pusat pemerintahan Kerajaan Manganitu disebut Kerajaan Manganitu Tamako. Raja Komisi karena kesetiaannya kepada Pemerintah Belanda dianugerahi Bintang Kesetiaan sampai 2 kali. Beliau kemudian mendapat hukum pancung oleh Jepang pada bulan November 1944 di Tahuna dan dimakamkan bersama dengan Raja-raja lainnya di Bungalawang Tahuna. Demikianlah sejarah Kerajaan Manganitu sejak berdirinya tahun 1600 dibawah pemerintahan Raja Liun Tolosang sampai berakhirnya dibawah pemerintahan Raja Komisi pada tahun 1942.
Kamis, 24 November 2011
PEMURNIAN ETANOL ( CAPTIKUS ) DENGAN DESTILASI BERTINGKAT
A. TUJUAN
- Memurnikan Etanol (Captikus)
B. ABSTRAK
Etanol atau etil alkohol yang dipasaran lebih dikenal sebagai alkohol merupakan senyawa organik dengan rumus kimia C2H5OH. Dalam kondisi kamar etanol berwujud cairan yang tidak berwarna, mudah menuap, mudah terbakar, mudah larut dalam air dan tembus cahaya. Etanol memiliki titik didih 78,3200C pada tekanan 766 mmHg. Mempunyai kalor pembakaran 328 kkal.
Etanol adalah alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari tidak semuanya murni masih tercampur dengan komponen cair lainnya. Untuk memisakan etanol dari komponen cair lainnya digunakan teknik destilasi (penyulingan) dengan memanfaatkan perbedaan titik uap antara etanol dan komponen-komponen cair lainnya. Dengan destilasi ini dapat dihasilkan etanol yang lebih murni, walaupun tidak seratus persen murni. maka.melalui pemuurnian ini diperoleh etanol dengan masa jenis o,86 g/ml dari masa jenis etanol 0,789 g/mL.
C. PENDAHULUAN
Etanol dihasilkan dari tumbuh-tumbuhan dengan kandungan hidrokarbon tinggi. Etanol (disebut juga etil-alkohol atau alkohol saja), adalah alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Karena sifatnya yang tidak beracun bahan ini banyak dipakai sebagai pelarut dalam dunia farmasi dan industri makanan dan minuman. Etanol tidak berwarna dan tidak berasa tapi memilki bau yang khas. Bahan ini dapat memabukkan jika diminum bila dalam minuman beralkohol atau arak, selain digunakan di dalam arak, etanol juga digunakan sebagai bahan api bagi menggantikan gasolin, Etanol sering ditulis dengan rumus EtOH.
Etanol telah digunakan manusia sejak zaman prasejarah sebagai bahan pemabuk dalam minuman beralkohol. Residu yang ditemukan pada peninggalan keramik yang berumur 9000 tahun dari China bagian utara menunjukkan bahwa minuman beralkohol telah digunakan oleh manusia prasejarah dari masa Neolitik. Etanol dan alkohol membentuk larutan azeotrop. Karena itu pemurnian etanol yang mengandung air dengan cara penyulingan biasa hanya mampu menghasilkan etanol dengan kemurnian 96%. Etanol murni (absolut) dihasilkan pertama kali pada tahun 1796 oleh Johan Tobias Lowitz yaitu dengan cara menyaring alkohol hasil distilasi melalui arang. Lavoisier menggambarkan bahwa etanol adalah senyawa yang terbentuk dari karbon, hidrogen dan oksigen. Pada tahun 1808 Saussure dapat menentukan rumus kimia etanol. Limapuluh tahun kemudian (1858), Couper menerbitkan rumus bangun etanol. Dengan demikian etanol adalah salah satu senyawa kimia yang pertama kali ditemukan rumus bangunnya.
Etanol asli ialah cairan jernih yang mudah terbakar dengan titik didih pada 78.5°C dan titik beku pada - 114.5°C. Etanol digunakan sebagai bahan anti-beku dan mempunyai bau vodka. Ketumpatan etanol ialah 789 g/l, yaitu kurang 20% daripada ketumpatan air. Etanol mudah larut dalam air, dan merupakan pelarut yang baik untuk pewangi, cat, dan tinktur. Ini membolehkan perisa ditambah ke dalam etanol semasa proses pembruan. Etanol merupakan asid lemah, lebih lemah daripada air dan membentuk ion etanoat ( C2H5O).
Cap Tikus adalah jenis cairan berkadar alkohol rata-rata 40 persen yang dihasilkan melalui penyulingan saguer (cairan putih yang keluar dari mayang pohon enau atau seho dalam bahasa daerah Minahasa). Tinggi rendahnya kadar alkohol pada Cap Tikus tergantung pada kualitas penyulingan. Semakin bagus sistem penyulingannya, semakin tinggi pula kadar alkoholnya.
Kadar alkohol pada Cap Tikus tergantung pada teknologi penyulingan. Petani sejauh ini masih menggunakan teknologi tradisional, yakni saguer dimasak kemudian uapnya disalurkan dan dialirkan melalui pipa bambu ke tempat penampungan. Tetesan-tetesan itulah yang kemudian dikenal dengan minuman Cap Tikus.
Dalam kimia, cap tikus merupakan sumber alami etanol. Etanol yang polar digunakan sebagai pelarut organik. Dalam kimia, cap tikus merupakan sumber alami etanol. Etanol yang polar digunakan sebagai pelarut organik. Etanol (disebut juga etil-alkohol atau alkohol saja), adalah alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Karena sifatnya yang tidak beracun bahan ini banyak dipakai sebagai pelarut dalam dunia farmasi dan industri makanan dan minuman. Etanol tidak berwarna dan tidak berasa tapi memilki bau yang khas. Bahan ini dapat memabukkan jika diminum. Etanol sering ditulis dengan rumus EtOH. Rumus molekul etanol adalah C2H5OH atau rumus empiris C2H6O.
D. METODE KERJA
a. Alat dan Bahan
- Pemanas - Captikus 300 ml
- Labu dasar Bulat - Zeolit 50 g
- Colom Virgroux
- Pendingin Liebik
- Labu Destilat - Kapur 50 g
- Adaptor - Aquades
- Batu didih
- Thermometer
- Piknometer 10 ml
- Aluminium foil
b. Prosedur Kerja
1. Zolit dan kapur diaktivasi (dioven selama ± 2 jam pada suhu 105 oC)
2. Hitung pH dan massa jenis captikus sebanyak 300 ml
3. Campurkan zeolit, kapur dan captikus dalam suatu wadah. Dengan perbandingan 3 : 1 (captikus : absorben)
4. Dikocok lalu didiamkan semalam , kemudian diukur pH
5. Kemudian disaring, lalu diukur kembali pH dan massa jenisnya
6. Hasil saringan atau filtrat didestilasi dengan cara destilasi bertingkat
7. Diperoleh destilat, kemudian diukur pH dan massa jenis.
E. HASIL PENGAMATAN
Berat piknometer kosong = 17,7 gram
volume | pH | Berat piknometer | perlakuan | volume | pH | Berat piknometer | perlakuan |
300 ml captikus | 4 | 27,6 gram | 50 g kapur 50 g zeolit | 225 ml | 11/10 | 27,8 gram | destilasi |
Hasil
volume | pH | Berat piknometer |
88 ml | 6 | 26,3 gram |
Pengamatan pada saat destilasi
Waktu | suhu | Keterangan |
10:35 11:10 11:14 12:50 13:00 | 290C 720C 740C 850C 740C | Suhu awal, percobaan dimulai Saat mendidih Tetes pertama destilat Suhu diturunkan dari 850C-740 Destilasi dihentikan |
Perhitungan
Massa Jenis p = m/V
p=26,3-17,7/10 ml
p= 8,6 g/10 ml= 0,86 9/ml
Persentase hasil %=total hasil/total awal X 100%
%=88ml/225ml X 100%= 39,11
Jadi % hasil sebanyak 39,11%
Persen sisa %=total sisa/total awal X 100%
%=225ml-88ml/225ml X 100%
%=137ml/225ml X 100%=60,89
Jadi persen sisa sebanyak 60,89%
F. PENUTUP
a. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan dilihat bahwa destilat yang diperoleh mempunyai kemurnian hampir mendekati kemurnian, yang mana massa jenis etanol murni adalah 0,789 g/ml, dan massa jenis destilat adalah 0,86 g/ml. hal ini disebabkan oleh karena zeolit dan kapur yang mana kedua reagen ini berfungsi menyerap air.
Langganan:
Postingan (Atom)